DAMPAK
MEDIA SOSIAL PADA DUNIA PENDIDIKAN
Indonesia sampai saat ini belum tergeser dari
lima besar pengguna facebook di dunia. Jumlah “kicauan” di Twitter pun
menempatkan Jakarta sebagai jawara di antara kota-kota sedunia. Gadget – yang
memungkinkan penggunanya bersosial media – pun laris manis di negeri ini.
Koneksi internet di Indonesia yang dianggap masih “lemot” pun tak menghalangi
hingar-bingar media sosial di Indonesia.
Apakah kondisi tersebut menjadikan Indonesia,
atau setidaknya dosen dan mahasiswa, bisa mengambil dampak positif dari media
sosial? Pertanyaan tersebut dikupas tuntas saat seminar di kampus kemarin
(28/09/12) dengan tema: “Dampak Media Sosial pada Dunia Pendidikan“.
Seminar diawali dengan penjelasan peta jalan
perkembangan media sosial, termasuk infrastruktur pendukungnya. Mulai
dari cikal bakal internet –ARPANET – di akhir tahun 60-an sampai Tim
Benners-Lee sebagai bapaknya World Wide Web (www). Ada pula Larry Page
dan Sergey Brin dengan Google-nya yang fenomenal, Mark Elliot Zuckerberg dengan
Facebook-nya. Byrne dengan Google plus-nya. Jack Dorsey cs dengan Twitternya.
Atau, Reid Garrett Hoffman dengan dengan LinkedIn-nya.
Berbagai dampak positif dan negatif pun
dipaparkan, mulai yang bersikap optimis, pesimis, atau netral-netral saja.
Khusus untuk dunia pendidikan, media sosial punya potensi untuk memperkaya
materi. Ia mampu mendobrak batas ruang kelas. From brick to click. Interaksi
dosen dan mahasiswa pun tidak dibatasi ruang dan waktu. Belajar pun bisa kapan
saja dan dimana saja. Konten di dunia maya membuat materi pembelajaran bisa
diperkaya.
Itulah wacana yang sudah sering didengar, namun
tidak mudah terealisasi di lapangan. Justifikasi manfaat media sosial yang
tidak selalu terealisasi. Selalu ada resistensi atau apriori di lapangan.
Lagian, meskipun segala hal tersaji secara online, belum tentu membuka
pengetahuan. Meskipun di dunia maya berlaku: Content is King, tidak
semua orang bisa terpesona dengannya. Atau, ada keragaman persepsi dan
interpretasi terhadap sebuah konten di media sosial.
Tidak mudah menaklukan media sosial demi mendapat
manfaat. Kata para pakar, tidak semua bisa memanfaatkan kehadiran media
sosial. Bisa komersial, atau malah ketiban sial. Berharap terkenal, malah
terpenggal. Niat mengejar manfaat, malah diganjar mudharat.
Dan, berbagai opsi itu ada di dunia pendidikan.
Ada yang tanggap, banyak pula yang gagap. Bukan di tingkat individu, tapi
institusi. Maksudnya, itu ditinjau dari perspektif pembelajaran yang
menunjang fungsi dan peran perguruan tinggi. Bukan dalam konteks manfaat media
sosial secara individual, tapi bisakah kampus dan media sosial membentuk
simbiosis mutualisme?
Kita sering mendengar kampus yang menutup akses
ke media sosial melalui jaringan koneksi yang dimilikinya. Entahlah, apakah
karena alergi atau fobia dengan media sosial, atau memang infrastrukturnya
belum mendukung.
Namun, ada juga dosen dan kampus yang ramah
terhadap media sosial. Berita resmi dari kampus pun bisa di-share ke media sosial oleh
pengunjungnya. Bahkan, ada pula kampus yang mengelola akun resmi di media
sosial.
Konten di dunia maya pun membludak. Padahal kata
pakar, konten tanpa konteks bisa menjadi sampah elektronik. Konten dan konteks
itulah yang diproduksi sekaligus dikonsumsi oleh unsur ketiga, yakni manusia
atau masyarakat. Itulah formula “Content+Contex+People”-nya Chris Rourke. Jika
tidak ada kerumunan manusia atau masyarakat, bukan media sosial namanya.
Sayangnya, masyarakat informasi (information
society) belum sepenuhnya terbentuk di Indonesia. Jumlah penduduk kadang
menjadi “kambing hitam” atas kondisi tersebut. Setidaknya Indonesia masih
tertinggal – atau baru sampai tahap kedua dari empat tahap: Enhanced - dibandingkan negara lain yang sudah masuk ke tahap
teratas:connected menurut
World Economic Forum. Pengguna teknologi yang tidak produktif adalah
mayoritas di Indonesia. Tuduhan lainnya, masyarakat pengunduh
(downloader) lebih banyak ketimbang pengunggah (uploader).
Benarkah?
Apapun opini dan diskusi yang mencuat saat
seminar, kesimpulan akhirnya bisa ditebak. Teknologi seperti dua sisi mata
uang: negatif dan positif. Suka dan duka pun silih berganti di dunia
maya. Dan gate keeper-nya adalah individunya masing-masing, serta institusi
- bahkan bisa pula negara - yang bertindak sebagai lembaga sensor, dengan
segala kontroversinya. Hidup di era media sosial memang bergemuruh dan penuh
hiruk-pikuk.
Sosial
Media akhir-akhir ini sangat ramai digunakan dan
canggih penggunaannya, apalagi dengan adanya situs-situs
internet yang menyediakan content-content social
network yang beragam. Misalnya saja facebook
dan twitter yang sudah sangat banyak
dipakai dari berbagai macam kalangan, mulai dari anak kecil,
remaja, sampai dewasa. Media internet tidak hanya sekedar sebagai media
komunikasi saja melainkan juga tidak terlepas dari dunia pergaulan sosial,
dunia bisnis dan pendidikan.
Sosial
media akan berdampak positif dan negatif
bagi penggunanya. Dampak
positifnya adalah dengan
media sosial pengguna dapat mengakses data
dan berita dengan cepat, mempermudah berbisnis
dan memperluas pergaulan. Ada istilah
dalam media sosial internet ‘Yang jauh
semakin terasa dekat’. Media sosial juga dapat membuat seseorang jadi terkenal,
menjadi kaya, dan memiliki banyak relasi (pertemanan). Dalam bisnis juga media
sosial adalah salah satu strategi penjual dalam memasarkan barang
dagangan secara cepat dan menguntungkan dibandingkan
dengan menjual secara langsung ke pasar.
Tetapi juga media sosial akan membawa
dampak negatif. Dampak
negatifnya adalah
semakin marak nya penipuan, pencemaran nama
baik/penghinaan, kejahatan seksual (pornoaksi dan
pornografi), judi online dan dampak
kejahatan lainnya yang sangat marak terjadi akhir-akhir
ini.
Sebagai
media sosial komunikasi, internet juga
dapat bersifat netral. Namun dapat sebagai
pisau yang bermata dua, dampak negetif dan
positif pasti akan terjadi. Sebab dengan
internet, semua resource ada disana dan semua akan terjadi disana,
tergantung individu dalam menggunakannya. Waspada dan
menggunakan media sosial secara cerdas,
sehat dan tepat guna akan sangat menguntungkan
bagi pengguna.
0 komentar:
Posting Komentar